RETATENSIO PLASENTA
1. Defenisi Retensio plasenta
Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum lahir ½ jam sesudah anak lahir. (Sastrawinata, 2008:174)
Pengertian
tersebut juga dikuatkan oleh Winkjosastro (2006:656) yang menyebutkan
retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setangah jam
setelah janin lahir.
Retensio
plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah
jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya
sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta
manual dengan segera. Bila retensio plasenta tidak diikuti perdarahan
maka perlu diperhatikan ada kemungkinan terjadi plasenta adhesive,
plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta. (Manuaba
(2006:176).
Plasenta
inkarserata artinya plasenta telah lepas tetapi tertinggal dalam uterus
karena terjadi kontraksi di bagian bawah uterus atau uteri sehingga
plasenta tertahan di dalam uterus. (Manuaba (2006:176).
Berdasarkan
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa retensio plasenta ialah
plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir,
keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian
plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual
dengan segera.
Jenis-jenis retensio plasenta:
a)
Plasenta Adhesive : Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis
b) Plasenta Akreta : Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.
c)
Plasenta Inkreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
d) Plasenta Prekreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan serosa dinding uterus hingga ke peritonium
e)
Plasenta Inkarserata : Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri. (Sarwono, Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, 2002:178).
Perdarahan
hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas
dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya
bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui
periksa dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah
plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka kita
dapat melakukan plasenta manual.
Retensio plasenta (Placental Retention)
merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin
lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya
bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan
postpartum dini (Early Postpartum Hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (Late Postpartum Hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan.
2. Etiologi Retensio Plasenta
Penyebab Retentio Plasenta menurut Sastrawinata (2006:174) adalah:
Fungsional:
1) His kurang kuat (penyebab terpenting)
2)
Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba);
bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya
(plasenta yang sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena penyebab
di atas disebut plasenta adhesive.
Patologi – anatomi:
1) Plasenta akreta
2) Plasenta inkreta
3) Plasenta perkreta
Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena:
a) Plasenta belum lepas dari dinding uterus
b) Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Apabila
plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas
sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya.
Plasenta
belum lepas dari dinding uterus karena kontraksi uterus kurang kuat
untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva), plasenta melekat erat
pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai
miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
Plasenta
yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian
bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio
plasenta).
Menurut Manuaba (2006:301) kejadian retensio plasenta berkaitan dengan:
a)
Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta
adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta
b) Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan
Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan:
- Darah penderita terlalu banyak hilang
- Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi
- Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam
Plasenta manual dengan segera dilakukan :
- Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang
- Terjadi perdarahan postpartum berulang
- Pada pertolongan persalinan dengan narkosa
- Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam
3. Anatomi
Plasenta
berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm dan
tebal lebih kurang 2.5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat
berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis).
Umumnya
plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan
ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar,
maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin,
yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari
bagian ibu yang berasal dari desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller
berasal dari spiral arteries yang berada di desidua basalis. Pada
sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur
ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate,
pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua
vili koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke
vena-vena di desidua.
Plasenta
berfungsi: sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan
sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin.
4. Jenis Dari Retensio Plasenta
Jenis dari
retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga
atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2002)
Jenis retensio plasenta :
a) Plasenta
adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
b) Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miomentrium.
c) Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki miomentrium.
d) Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e) Plasenta inkaserata adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
5. Patogenesis
Setelah bayi
dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi
otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah
berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih
pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu,
miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga
ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai
mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika
jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat
berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang
ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar
memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh
darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot
miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini
menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah
terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan
terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan
ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang
mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke
dalam 4 fase, yaitu:
1) Fase
laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat
plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2) Fase
kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta
melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3) Fase
pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya
dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara
dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh
kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada
tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya
plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4) Fase
pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak
turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah
terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama
pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga
pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan
menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam
waktu satu menit dari tempat implantasinya. Tanda-tanda lepasnya
plasenta adalah sering ada semburan darah yang mendadak, uterus menjadi
globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah
abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta
tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah dari
tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus
menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas
vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya
tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi
terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan.
Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan
kala IV. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan secara
bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
Kelainan
dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan
dan tidak efektifnya kontraksi uterus, kontraksi yang kuat dari uterus,
serta pembentukan constriction ring. Kelainan dari plasenta,
misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa dan adanya plasenta
akreta. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi
dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta
menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak
tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan
menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan
kontraksi uterus.
6. Gejala Klinis
a. Anamnesis,
meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi
mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta
riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum
sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul
perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
b. Pada
pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis
servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
Tanda Dan Gejala Retensio Plasenta
A. Plasenta Akreta Parsial / Separasi
- Konsistensi uterus kenyal
- TFU setinggi pusat\
- Bentuk uterus discoid
- Perdarahan sedang – banyak
- Tali pusat terjulur sebagian
- Ostium uteri terbuka
- Separasi plasenta lepas sebagian
- Syok sering
B. Plasenta Inkarserata
- Konsistensi uterus keras
- TFU 2 jari bawah pusat
- Bentuk uterus globular
- Perdarahan sedang
- Tali pusat terjulur
- Ostium uteri terbuka
- Separasi plasenta sudah lepas
- Syok jarang
- Konsistensi uterus cukup
- TFU setinggi pusat
- Bentuk uterus discoid
- Perdarahan sedikit / tidak ada
- Tali pusat tidak terjulur
- Ostium uteri terbuka
- Separasi plasenta melekat seluruhnya
- Syok jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada tali pusat.(Prawirohardjo, S. 2002 : 178)
- Plasenta Akreta
7. Pemeriksaan Penunjang
a) Hitung
darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit
(Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada
keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
b) Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung Protrombin Time (PT) dan Activated Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.
8. Diagnosa Banding
Meliputi
plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada miometrium
tanpa garis pembelahan fisiologis melalui garis spons desidua.
9. Penatalaksanaan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
- Resusitasi. Pemberian oksigen 100%.
Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian
cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat
yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah
dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang
dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
- Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
- Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
- Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan
tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan
pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah
30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti
forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk
eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
- Jika tindakan manual plasenta tidak
memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus
dilanjutkan kuretage sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa
plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah
sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan
dengan kuretase pada abortus.
- Setelah selesai tindakan pengeluaran
sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui
suntikan atau per oral.
- Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder. (Sulisetiya.blogspot.com/2010/03).
10. Komplikasi
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya:
- Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio
plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga kontraksi memompa darah
tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.
- Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal
di dalam rahim meningkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan port
d’entre dari tempat perlekatan plasenta.
- Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus sedangkan kontraksi pada ostium baik hingga yang terjadi.
- Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis
Dengan
masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah menjadi
patologik (displastik-diskariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma
invasif. Sekali menjadi mikro invasive atau invasive, proses keganasan
akan berjalan terus.
Sel ini tampak abnormal tetapi tidak
ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel
ini merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan
lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu
beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan prekanker, yang bisa
berubah menjadi kanker.
Syok haemoragik (Manuaba, IGB. 1998 : 300)
11. Terapi
Bila tidak
terjadi perdarahan : perbaiki keadaan umum penderita bila perlu misal:
infus atau transfusi, pemberian antibiotika, pemberian antipiretika,
pemberian ATS. Kemudian dibantu dengan mengosongkan kandung kemih.
Lanjutkan memeriksa apakah telah terjadi pemisahan plasenta dengan cara
Klein, Kustner atau Strassman.
Bila terjadi perdarahan: lepaskan plasenta
secara manual, jika plasenta dengan pengeluaran manual tidak lengkap
dapat disusul dengan upaya kuretase.
Bila plasenta tidak dapat dilepaskan dari rahim, misal plasenta increta/percreta, lakukan hysterectomia.
Cara untuk melahirkan plasenta:
- Dicoba mengeluarkan plasenta dengan
cara normal : Tangan kanan penolong meregangkan tali pusat sedang tangan
yang lain mendorong ringan.
- Pengeluaran plasenta secara manual (dengan narkose)
Melahirkan plasenta dengan cara memasukkan
tangan penolong kedalam cavum uteri, melepaskan plasenta dari insertio
dan mengeluarkanya.
- Bila ostium uteri sudah demikian
sempitnya, sehingga dengan narkose yang dalam pun tangan tak dapat
masuk, maka dapat dilakukan hysterectomia untuk melahirkan plasentanya.
MANUAL PLASENTA
Manual
Plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio
plasenta. Teknik operasi manual plasenta tidaklah sukar, tetapi harus
diperkirakan bagaimana persiapkan agar tindakan tersebut dapat
menyelamatkan jiwa penderita.
Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan :
- Grandemultipara dengan implantasi
plasenta dalam bentuk plasenta adhesive dan plasenta akreta serta
Plasenta inkreta dan plasenta perkreta.
- Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
- Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan:
– Darah penderita terlalu banyak hilang.
– Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi.
– Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.
Manual Plasenta dengan segera dilakukan:
– Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.
– Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc
– Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.
– Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.
Manual
Plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan di atas 400 cc
dan terjadi retensio plasenta (setelah menunggu ½ jam). Seandainya
masih terdapat kesempatan penderita retensio plasenta kdapat dikirim ke
puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.
Dalam
melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan memasang infuse
dan memberikan cairan dan dalam persalinan diikuti oleh tenaga yang
dapat memberikan pertolongan darurat.
Prosedur Plasenta Manual
Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat.
Anestesi diperlukan kalau ada constriction
ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi
ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri.
Langkah klinik
A. Persetujuan Tindakan Manual Plasenta
Persetujuan
diberikan setelah pasien diberikan penjelasan yang lengkap dan objektif
tentang diagnosis penyakit, upaya penyembuhan, tujuan dan pilihan
tindakan yang akan dilakukan.
B. Persiapan Sebelum Tindakan
1. Pasien,
1) Cairan dan selang infuse sudah terpasang. Perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan.
2) Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi
3) Siapkan kain alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah
4) Medikamentosa
a) Analgetika (Phetidin 1-2 mg/kg BB, Ketamin Hcl 0,5 mg/kg BBT, Tramadol 1-2 mg/kg BB)
b) Analgesik suppositoria Tramadol hidroklorida 100 mg untuk perawatan nyeri akut berat setelah tindakan.
c) Sedative (Diazepam 10 mg)
d) Atropine Sulfas 0,25-0,55 mg/ml
e) Uteretonika (Oksitosin,Ergometrin, Prostaglandin)
f) Cairan NaCl 0,9% dan RL
g) Infuse Set
h) Larutan Antiseptik (Povidon Iodin 10%)
i) Oksigen dengan regulator
2. Penolong
1) Baju kamar tindakan, pelapis plastic, masker dan kaca mata : 3 set
2) Sarung tangan DTT/steril : sebaiknya sarung tangan panjang
3) Alas kaki (sepatu boot karet) : 3 pasang
3. Instrument
1) Kocher: 2, Spuit 5 ml dan jarum suntik no 23G
2) Mangkok tempat plasenta : 1
3) Kateter karet dan urine bag : 1
4) Benang kromk 2/0 : 1 rol
5) Partus set
C. Pencegahan Infeksi Sebelum Tindakan
Sebelum
melakukan tindakan sebaiknya mencuci tangan terlebih dahulu dengan sabun
dan air yang mengalir untuk mencegah infeksi. Mengeringkan tangan
dengan handuk bersih lalu pasang sarung tangan DTT/steril.
D. Tindakan Manual Plasenta
Penetrasi Ke Kavum Uteri
- Intruksikan asisten untuk memberikan sedatif dan analgetik melalui karet infuse.
- Sebelum mengerjakan manual plasenta, penderita disiapkan pada posisi litotomi.
- Operator berdiri atau duduk dihadapan
vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat,
tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk
kerucut
- Lakukan kateterisasi kandung kemih.
- Pastikan kateter masuk kedalam kandung kemih dengan benar
- Cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan.
- Jepit tali pusat dengan kocher kemudian tegakan tali pusat sejajar lantai.
- Secara obstetrik masukkan satu tangan (punggung tangan ke bawah) kedalam vagina dengan menelusuri tali pusat bagian bawah.
- Setelah tangan mencapai pembukaan
serviks, minta asisten untuk memegang kocher kemudian tangan lain
penolong menahan fundus uteri.
- Sambil menahan fundus uteri, masukan tangan ke dalam kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.
- Buka tangan obstetric menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat ke pangkal jari telunjuk).
Meregang
tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut dengan ujung jari
menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati serviks
dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini dapat
diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang
membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas
fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong
fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta,
telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan
kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.
E. Melepas Plasenta dari Dinding Uterus
1. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah
- Bila berada di belakang, tali pusat
tetap di sebelah atas. Bila dibagian depan, pindahkan tangan ke bagian
depan tal pusat dengan punggung tangan menghadap ke atas.
- Bila plasenta di bagian belakang,
lepaskan plasenta dari tempat implantasinya dengan jalan menyelipkan
ujung jari di antara plasenta dan dinding uterus, dengan punggung tangan
mengahadap ke dinding dalam uterus.
- Bila plasenta di bagian depan, lakukan
hal yang sama (dinding tangan pada dinding kavun uteri) tetapi tali
pusat berada di bawah telapak tangan kanan.
2. Kemudian
gerakan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke cranial
sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.
Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus
Melalui celah tersebut, selipkan bagian
ulnar dari tangan yang berada di dalam antara dinding uterus dengan
bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti
mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin),
sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan
ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus
(perforasi) dapat dihindarkan
i. Catatan : Sambil melakukan tindakan, perhatikan keadaan ibu lakukan penanganan yanng sesuai bila terjadi penyuliit.
Mengeluarkan
ii. Plasenta
a. Sementara satu tangan masih berada di
kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak ada
bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus.
b. Pindahkan tangan luar ke supra
simfisis untuk menahan uterus c. Instruksikan asisten yang memegang
kocher untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam
- Menarik plasenta ke luar (hindari percikan darah).
- diletakkan plasenta ke dalam tempat yang telah disediakan.
- Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke dorsokranial setelah plasentalahir.Mengeluarkan plasenta
- Setelah
plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau
ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa.
Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah
plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera
berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan
masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada
tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera
di jahit. Jika setelah plasenta dikeluarkan masih terjadi perdarahan
karena atonia uteri maka dilakukan kompresi bimanual sambil mengambil
tindakan lain untuk menghetikan perdarahan dan memperbaiki keadaan ibu
bila perlu.
- Jika
tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan
dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada
umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase
harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim
relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus. Setelah selesai
tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral. Pemberian antibiotika
apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.
- Dekontaminasi
Pasca Tindakan Alat-alat yang digunakan untuk menolong di
dekontaminasi, termasuk sarung tangan yang telah di gunakan penolong ke
dalam larutan antiseptic
- Cuci Tangan Pascatindakan Mencuci kedua tangan setelah tindakan untuk mencegah infeksi.
- Perawatan Pascatindakan
- Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan instruksi apabila masih diperlukan.
- Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan di dalam kolom yang tersedia.
- Buat instruksi pengobatan lanjutan dan hal-hal penting untuk dipantau.
- Beritahukan
pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi pasien
masih memerlukan perawatan. Jelaskan pada petugas tentang perawatan apa
yang masih diperlukan, lama perawatan dan apa yang perlu dilaporkan (Di
Rumah Sakit)
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, G. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Prawirohardjo, S. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo