Selasa, 19 April 2016

Penyebab Atonia Uteri Pada Persalinan

Sumber Foto Google
Amamia Clinic - Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus tidak dapat berkontraksi dengan baik, sehingga dapat menyebabkan perdarahan setelah post partum. Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%). Diagnosis atonia uteri dapat ditegakkan jika setelah bayi dan plasenta lahir dan ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi uterus yang sangat lembek.


Tanda dan gejala atonia uteri :

  • Perdarahan pervaginam
Perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan pascapersalinan primer)
  • Konsistensi rahim lembek
Gejala ini merupakan gejala umum dari atonia uteri dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.


Hal-hal yang dapat menyebabkan atonia uteri antara lain :

  • Partus lama 
Kelemahan akibat partus lama bukan hanya rahim yang lemah, cenderung berkontraksi lemah setelah melahirkan, tetapi juga ibu yang keletihan kurang bertahan terhadap kehilangan darah.
Pembesaran uterus berlebihan (hidramnion, hamil ganda, anak besar dengan BB > 4000 gr).
  • Multiparitas 
Uterus yang lemah banyak melahirkan anak cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan.
  • Miomauteri
Dapat menimbulkan perdarahan dengan mengganggu kontraksi dan retraksi miometrium.
  • Anestesi yang dalam dan lama menyebabkan terjadinya relaksasi miometrium yang berlebihan, kegagalan kontraksi dan retraksi menyebabkan atonia uteri dan perdarahan postpartum.
  • Penatalaksanaan yang salah pada kala plasenta, mencoba mempercepat kala III, dorongan dan pemijatan uterus mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan plasenta dan dapat menyebabkan pemisahan sebagian plasenta yang mengakibatkan perdarahan.
Penatalaksanaan Atonia Uteri
1. Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
2. Masase dan kompresi bimanual 
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan perdarahan.Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik), jika uterus berkontraksi maka lakukan evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera
3. Jika uterus tidak berkontraksi  
Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong, lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit. 
Jika uterus berkontraksi 
Teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.

4. Pemberian Uterotonika  
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
5. Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.

6. Ligasi Arteri Iliaka Interna (dilakukan oleh dokter spesialis kandungan)
Identifikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.

7. Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang jmembutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.

Persalinan Letak Sungsang Dan Cara Melahirkannya Dengan Teknik BRACHT 

Pengertian Kehamilan Sungsang

Kehamilan pada bayi dengan presentasi bokong (sungsang) dimana bayi letaknya sesuai dengan sumbu badan ibu, kepala berada pada fundus uteri, sedangkan bokong merupakan bagian terbawah di daerah pintu atas panggul atau simfisis (Manuab,1998).Pada letak kepala, kepala yang merupakan bagian terbesar lahir terlebih dahulu, sedangkan pesalinan letak sungsang justru kepala yang merupakan bagian terbesar bayi akan lahir terakhir. Persalinan kepala pada letak sungsang tidak mempunyai mekanisme “Maulage” karena susunan tulang dasar kepala yang rapat dan padat, sehingga hanya mempunyai waktu 8 menit, setelah badan bayi lahir. Keterbatasan waktu persalinan kepala dan tidak mempunyai mekanisme maulage dapat menimbulkan kematian bayi yang besar (Manuaba,1998).


Bentuk-Bentuk Letak Sungsang (Manuaba ,1998)).
Berdasarkan komposisi dari bokong dan kaki dapat ditentukan bentuk letak sungsang sebagai berikut :
A. Letak Bokong Murni1. Teraba bokong2. Kedua kaki menjungkit ke atas sampai kepala bayi3. Kedua kaki bertindak sebagai spalk
B. Letak Bokong Kaki Sempurna1. Teraba bokong2. Kedua kaki berada di samping bokong
C. Letak Bokong Tak Sempurna1. Teraba bokong2. Disamping bokong teraba satu kaki
D. Letak Kaki1. Bila bagian terendah teraba salah satu dan atau kedua kaki atau lutut2. Dapat dibedakan letak kaki bila kaki terendah ; letak bila lutut terendahUntuk menentukan berbagai letak sungsang dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dalam, pemeriksaan foto abdomen, dan pemeriksaan ultrasonografi.
a. Letak Bokong Murni Flexi pada paha, extensi pada lutut, ini merupakan jenis yang tersering dan meliputi hampir 2/3 presentasi bokong.
b. Letak Bokong Kaki Sempurna Flexi pada paha dan lutut (Frant Greech).
c. Letak Bokong Tak Sempurna / lutut Satu atau dua kaki dengan ekstensi pada kaki merupakan bagian terendah
(Fn Complek Breech).

Etiologi
Faktor-faktor presentasi bokong meliputi prematuritas, air ketuban yang berlebihan. Kehamilan ganda, plasenta previa, panggul sempit, fibra, myoma,hydrocepalus dan janin besar. Banyak yang diketahui sebabnya, ada pesentasi bokong membakal. Beberapa ibu melahirkan bayinya semua dengan presentasi bokong menunjukkan bahwa bentuk panggulnya adalah sedemikian rupa sehingga lebih cocok untuk presentasi bokong daripada presentasi kepala.. Implantasi plasenta di fundus atau di tonus uteri cenderung untuk mempermudah terjadinya presentasi bokong 
( Harry oxorn,1996 )


Penyebab letak sungsang dapat berasal dari 
1. Sudut Ibu
a. Keadaan rahim
1) Rahim arkuatus
2) Septum pada rahim
3) Uterus dupleks
4) Mioma bersama kehamilan
b. Keadaan plasenta
1) Plasenta letak rendah
2) Plasenta previa
c. Keadaan jalan lahir
1) Kesempitan panggul
2) Deformitas tulang panggul
3) Terdapat tumor menjalani jalan lahir dan perputaran ke posisi kepala
2. Sudut janin
Pada janin tedapat berbagai keadaan yang menyebabkan letak sungsang : 
1) Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat
2) Hedrosefalus atau anesefalus
3) Kehamilan kembar
4) Hidroamnion atau aligohidromion
5) Prematuritas
Dalam keadaan normal, bokong mencapai tempat yang lebih luas sehingga terdapat kedudukan letak kepala. Disamping itu kepala janin merupakan bagian terbesar dan keras serta paling lambat. Melalui hukum gaya berat, kepala janin akan menuju kearah pintu atas panggul. Dengan gerakan kaki janin, ketegangan ligamentum fatundum dan kontraksi braxson hicks, kepala janin berangsur-angsur masuk ke pintu atas panggul.


Mekanisme persalinan letak sunsang
Mekanisme persalinan letak sungsang berlangsung sebagai berikut :
a) Persalinan bokong
b) Persalinan bahu
c) Persalinan kepala
(Manuaba, 1998)

Bokong masuk pintu atas panggul dapat melintang atau miring mengikuti jalan lahir dan melakukan putaran paksi dalam sehingga trochanter depan berada di bawah simfisis. Dengan trochanter depan sebagai hipomoklion akan lahir trochanter belakang dan selanjutnya seluruh bokong lahir untuk melakukan putaran paksi dalam sehingga bahu depan berada dibawah simfisis. Dengan bahu depan sebagai hipomoklion akan lahir bahu belakang bersama dengan tangan belakang diikuti kelahiran bahu depan dan tangan depan. Bersamaan dengan kelahiran bahu, kepala bayi memasuki jalan lahir dapat melintang atau miring, serta melakukan putaran paksi dalam sehingga suboksiput berada di bawah simfisis. Suboksiput menjadi hipomuklion, berturut-turut akan lahir dagu, mulut, hidung, muka dan kepala seluruhnya. Persalinan kepala mempunyai waktu terbatas sekitar 8 menit, setelah bokong lahir. Melampaui batas 8 menit dapat menimbulkan kesakitan /kematian bayi (Manuaba, 1998).


Diagnosa kedudukan 
1. Pemeriksaan abdominal
a. Letaknya adalah memanjang.
b. Di atas panggul terasa massa lunak mengalir dan tidak terasa seperti kepala. Dicurigai bokong. Pada presentasi bokong murni otot-otot paha teregama di atas tulang-tulang dibawahnya, memberikan gambaran keras menyerupai kepala dan menyebabkan kesalahan diagnostic.
c. Punggung ada di sebelah kanan dekat dengan garis tengah bagian-bagian kecil ada di sebelah kiri, jauh dari garis tengah dan di belakang.
d. Kepala berada di fundus uteri. Mungkin kepala cukup diraba bila kepala ada di bawah tupar/iga-iga. Kepala lebih keras dan lebih bulat dari paha bokong dan kadang-kadang dapat dipantulkan (Balloffablle) dari pada bokong uteri teraba terasa massa yang dapat dipantulkan harus dicurigai presentasi bokong.
e. Tonjolan kepala tidak ada bokong tidak dapat dipantulkan
2. Denyut jantung janin Denyut jantung janin terdengar paling keras pada atau di atas umbilicus dan pada sisi yang sama pada punggung. Pada RSA (Right Sacrum Antorior) denyut jantung janin terdengar paling keras di kuadrat kanan atas perut ibu kadang-kadang denyut jantung janin terdengar di bawah umbilicus3. Pemeriksaan vaginal
1) Bagian terendah teraba tinggi
2) Tidak teraba kepala yang keras, rata dan teratur dengan garis-garis sutura dan fantenella. Hasil pemeriksaan negatif ini menunjukkan adanya mal presentasi.
3) Bagian terendahnya teraba lunak dan ireguler. Anus dan tuber ichiadicum terletak pada satu garis. Bokong dapat dikelirukan dengan muka.
4) Kadang-kadang pada presentasi bokong murni sacrum tertarik ke bawah dan teraba oleh jari-jari pemeriksa. Ia dapat dikelirukan dngan kepala oleh karena tulang yang keras.
5) Sakrum ada di kuadran kanan depan panggul dan diameter gitochanterika ada pada diameter obligua kanan.4. Pemeriksaan Sinar XSinar X menunjukkan dengan tepat sikap dan posisi janin, demikian pula kelainan-kelainan seperti hydrocephalus.


Menurut Prawirohardjo, berdasarkan jalan lahir yang dilalui, maka persalinan sungsang dibagi menjadi :
1. Persalinan Pervaginam
a. Spontaneous breech (Bracht)
b. Partial breech extraction : Manual and assisted breech delivery
c. Total breech extraction
2. Persalinan per abdominal : Seksio Sesaria


Prosedur persalinan sungsang secara spontan :
1. Tahap lambat : mulai lahirnya bokong sampai pusar merupakan fase yang tidak berbahaya.
2. Tahap cepat : dari lahirnya pusar sampai mulut, pada fase ini kepala janin masuk PAP, sehingga kemungkinan tali pusat terjepit.
3. Tahap lama : lahirnya mulut sampai seluruh bagian kepala, kepala keluar dari ruangan yang bertekanan tinggi (uterus) ke dunia luar yang tekanannya lebih rendah sehingga kepala harus dilahirkan perlahan-lahan untuk menghindari pendarahan intrakranial (adanya tentorium cerebellum).


Prosedur Persalinan Bayi Sungsang
( Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal,2002)
Langkah klinik
1. Persetujuan tindakan medik
2. Persiapan Pasien :
a) Ibu dalam posisi litotomi pada tempat tidur persalinan
b) Mengosongkan kandung kemih , rektum serta membersihkan daerah perenium dengan antiseptic
Instrumen :
a) Perangkat untuk persalinan
b) Perangkat untuk resusitasi bayi
c) Uterotonika (Ergometrin maleat, Oksitosin)
d) Anastesi lokal (Lidokain 2%)
e) Cunam piper, jika tidak ada sediakan cunam panjang
f) Semprit dan jarum no.23 (sekali pakai)
g) Alat-alat infush) Povidon Iodin 10%i) Perangkat episiotomi dan penjahitan luka episiotomi
Persiapan Penolong
a) Pakai baju dan alas kaki ruang tindakan, masker dan kaca mata pelindung
b) Cuci tangan hingga siku dengan di bawah air mengalir
c) Keringkan tangan dengan handuk DTT
d) Pakai sarung tangan DTT / sterile) Memasang duk (kain penutup)
4.Tindakan Pertolongan Partus Sungsang
a) Lakukan periksa dalam untuk menilai besarnya pembukaan, selaput ketuban dan penurunan bokong serta kemungkinan adanya penyulit.
b) Intruksikan pasien agar mengedan dengan benar selama ada his.
c) Pimpin berulang kali hingga bokong turun ke dasar panggul, lakukan episiotomi saat bokong membuka vulva dan perineum sudah tipis.



Melahirkan bayi letak sungsang dengan Cara Bracht
1) Segera setelah bokong lahir, bokong dicekam secara bracht (kedua ibu jari penolong sejajar dengan panjang paha, jari-jari yang lain memegang daerah panggul).
2) Jangan melakukan intervensi, ikuti saja proses keluarnya janin.
3) Longgarkan tali pusat setelah lahirnya perut dan sebagian dada.
4) Lakukan hiperlordosis janin pada saat anguluc skapula inferior tampak di bawah simfisis (dengan mengikuti gerak rotasi anterior yaitu punggung janin didekatkan ke arah perut ibu tanpa tarikan) disesuaikan dengan lahirnya badan bayi.
5) Gerakkan ke atas hingga lahir dagu, mulut, hidung, dahi dan kepala.
6) Letakkan bayi di perut ibu, bungkus bayi dengan handuk hangat, bersihkan jalan nafas bayi, tali pusat dipotong.II.

Masa Nifas – Perawatan dan Pantangan

Masa nifas adalah masa setelah persalinan. Ibu yang habis melahirkan akan menjalani masa nifas. Masa nifas ini merupakan masa yang bermula dari beberapa jam setelah plasenta bayi lahir dan akan berakhir 6 minggu setelah ibu melahirkan. Sehabis melahirkan tersebut, rahim harus menjalani pemulihan seperti sebelum hamil, pemulihan itu akan memakan waktu 3 bulan setelah masa persalinan. Organ-organ reproduksi khususnya rahim akan mengalami proses pemulihan setelah melewati persalinan dan menjalani kehamilan. Rahim biasanya yang tadinya melebar akan menyempit kembali ke ukuran normal.
Masa nifas tersebut dibagi menjadi tiga macam :
  • Paska nifas, merupakan masa sehabis nifas yaitu masa setelah ibu mengalami persalinan 24 jam setelah melahirkan
  • Nifas dini, adalah 1 sampai dengan 7 hari setelah masa persalinan
  • Nifas lanjut, terjadi pada 1 minggu sampai dengan 6 mingggu setelah ibu melahirkan bayinya.
Pengertian Masa Nifas
Masyarakat sering mendengar tentang masa nifas, namun hanya sedikit orang yang tahu apa itu masa nifas. Masa nifas adalah masa dimana cairan darah keluar setelah proses melahirkan. Masa nifas merupakan masa pembersihan rahim yang diawali setelah proses persalinan sampai dengan 6 minggu setelah masa persalinan. Masa nifas akan dihitung setelah plasenta lahir dan dikeluarkan melalui jalan lahir. Masa nifas tersebut tidak kalah penting saat proses kehamilan, perlu perawatan seperti saat hamil ketika menjalani masa nifas tersebut.
Lamanya Masa Nifas
Masa nifas pada ibu yang melahirkan berbeda-beda, ada yang lama dan ada juga yang sebentar. Masa normal untuk masa nifas adalah 6 minggu atau 40 hari. Masa nifas itu berfungsi untuk mengembalikan organ-organ reproduksi terutama rahim untuk kembali normal seperti sebelum hamil. Tidak hanya itu saja, jalan lahir yang melebar pun akan kembali normal saat masa nifas itu.

Perawatan Saat Masa Nifas

Perawatan saat masa nifas adalah perawatan kepada ibu yang sedang menjalani masa nifas atau baru melahirkan, agar organ-organ reproduksi kembali normal kembali. Fungsinya adalah memberikan perawatan dan juga fasilitas agar penyembuhan baik psikis maupun fisik dapat berjalan dengan normal. Saat perawatan ini akan diamati berbagai hal diantaranya adalah rahim harus kembali ke ukuran normal, membantu ibu dalam menyusui dan juga memberikan petunjuk kepada ibu bagaimana cara merawat bayinya. Saat perawatan masa nifas dimulai ketika plasenta lahir dan menghindari pendarahan sehabis melahirkan dan menghindarkan dari infeksi.
Berikut ini ada beberapa hal yang harus dilakukan ketika menjalani perawatan masa nifas :
1. Kebersihan Diri
Saat masa nifas, ibu hamil harus pintar-pintar dalam merawat kebersihan dirinya. Hal itu dikarenakan saat masa nifas ibu hamil rentan terkena kuman dan bakteri yang akan masuk ke dalam vagina. Berikut ini cara menjaga dan merawat kebersihan diri ketika masa nifas :
  • Mandi dua kali sehari dengan membersihkan seluruh tubuh.
  • Yang penting diperhatikan adalah kebersihan alat kelamin. Ibu bisa membersihkannya dengan air yang mengalir, hindari pemakaian sabun pembersih kewanitaan. Cara membersihkannya di bagian vulva terlebih dahulu depan ke belakanag jangan kebalikan, barulah setelah itu membersihkan daerah di sekitar dubur. Sehabis BAB dan BAK vulva harus selalu bersih.
  • Mengganti pembalut sesering mungkin, mengganti pembalut ini bisa dilakukan sebanyak 4 jam sekali. Meski belum 4 jam namun jika pembalut sudah penuh ibu harus segera menggantinya.
  • Ketika hendak makan sebaiknya ibu hamil cuci tangan menggunakan sabun. Ketika akan menyentuh kelamin harus mencuci tangan dengan sabun begitu pula setelah menyentuh kelamin.
  • Hindari menyentuh luka jahitan atau guntingan.
2. Istirahat
Istirahat sangat penting dilakukan bagi ibu paska melahirkan. Sehabis melahirkan, ibu akan merasakan kelelahan yang amat sangat. Berikut ini cara beristirahat yang benar sehabis masa nifas:
  • Istirahat cukup 8 jam sehari
  • Melakukan kegiatan rumah tangga dengan cara yang perlahan-lahan
  • Untuk menjaga pola tidur bayi, saat ia tidur maka ibu juga harus ikut tidur.
  • Saat kekurangan tidur, ibu hamil akan dirugikan dalam berbagai hal. ASI jumlahnya berkurang, proses involusi uterus menjadi lambat dan pendarahan semakin banyak, membuat ibu hamil depresi, tidak mampu merawat dirinya sendiri dan juga bayinya.
  • Lakukancara memperbanyak asi agar bayi tidak kekurangan ASI
3. Gizi
Saat hamil, kebutuhan gizi ibu hamil sangatlah penting. Begitu juga dengan hal yang penting bagi ibu ketika masa nifas. Hal itu dikarenakan saat masa nifas ibu hamil membutuhkan berbagai macam makanan bergizi untuk memulihkan tenaganya dan menjaga kesehatan ibu hamil.
Berikut ini cara mencukupi gizi bagi ibu yang menjalani masa nifas :
  • Mengkonsumsi kalori sebanyak 500 setiap hari.
  • Makan dengan menu diet yang seimbang misalnya saja protein, vitamin dan mineral yang cukup.
  • Minum air putih sedikitnya sebanyak 3 liter setiap harinya.
  • Memakan makanan sehat untuk ibu hamil yang kaya akan zat besi.
  • Mengkonsumsi pil penambah darah agar ibu tidak mengalami anemia setelah menjalani proses persalinan.

Pantangan Saat Masa Nifas

Ada berbagai macam pantangan saat masa nifas yang tidak diketahui oleh ibu yang habis melahirkan. Sama seperti pantangan makanan ibu hamil, yang tentu saja tidak boleh dilakukan Jika dilakukan akan ada dampak buruk yang terjadi pada ibu yang menjalani masa nifas tersebut. Berikut ini adalah berbagai macam pantangan yang harus dihindari paska melahirkan atau saat masa nifas :
1. Tidak Berhubungan Seks
Pantangan yang harus diperhatikan adalah ibu sehabis melahirkan, tidak boleh berhubungan seks selama 40 hari setelah melahirkan atau saat masa nifas tersebut. Pantangan itu memang benar adanya sebab rahim baru akan normal ketika 3 bulan setelah persalinan.
2. Tidur Di Saat Maghrib
Pantangan ini memang benar adanya sebab saat maghrib ibu diwajibkan untuk menggendong bayinya agar tidak rewel. Sebab maghirb merupakan saat yang sakral dimana malam akan menjelang.
3. Makan Ikan Tawar
manfaat ikan pada ibu hamil ini tidak bisa dirasakan saat masa nifas. Ikan tawar seperti lele, mujair, ikan belanak dan ikan tawar lainnya, hal itu bisa menyebabkan jahitan ibu menjadi sakit.
4. Telur
Ibu tidak boleh makan telur sebab penyembuhan luka akan lama.
5. Daging
Ibu yang menjalani masa nifas tidak boleh makan daging sebab, bisa membuat darah yang dikeluarkan oleh ibu semakin banyak saat nifas.
6. Buah-Buahan buah buahan untuk ibu hamil  memang bagus untuk kesehatan namun saat nifas ada buah pantangan. Buah pantangan itu adalah mangga, pisang dan berbagai macam buah yang asam. Buah yang asam bisa membuat bayi menjadi diare terutama ibu yang menyusui.
7. Makanan Gatal
Makanan yang bisa menimbulkan gatal tidak boleh dikonsumsi, makanan itu adalah daun talas, daun kangkung, daun genjer, daun kacang, daun lompong dan daun yang lainnya. Jika dimakan ibu akan mengalami gatal-gatal di tubuhnya dan juga di jahitannya.
8. Lalapan
Lalapan tidak bagus untuk ibu yang menyusui anaknya sebab lalapan tidak steril, banyak kuman dan bakteri yang ada di dalam lalapan itu. Kuman dan bakteri yang masuk ke dalam tubuh bayi bisa menyebabkan bayi rentan terkena penyakit.

Hal yang Harus Dicermati Saat Masa Nifas

Ada banyak hal yang harus dicermati ketika ibu mengalami masa nifas, hal itu kadang luput dari perhatian ibu tersebut. Berikut ini adalah hal yang harus dicermati saat menjalani masa nifas :
Infeksi
Saat masa nifas akan ada peningkatan suhu dan juga nyeri, ibu yang demam ketika masa nifas bisa menunjukkan adanya infeksi. Infeksi yang sering terjadi adalah infeksi di saluran kemih, yang bisa menjadi penyebab keputihan.
Kram
Wanita yang baru pertama kali melahirkan dia akan mengalami kontraksi rahim yang menyebabkan kram. Kram itu akan sering muncul ketika ibu menjalani masa nifas. Kram juga terjadi akibat sisa bekuan yang ada di dalam rahim.
Sisa Plasenta
Darah yang keluar saat nifas ada di lapisan dinding rahim yang lepas. Saat awal nifas, darah bisa berwarna merah dan akan semakin pudar ketika memasuki hari keempat nifas. Pada hari kesepuluh nifas akan berwarna putih dan juga kekuningan. Jika darah yang dikeluarkan terus berwarna merah saat sudah masuk 2 minggu ada kemungkinan sisa plasenta ada di dalam rahim. Jika darah yang dikeluarkan berbau maka bisa dicurigai adanya infeksi di dalam rahim .
Komponen Darah Berubah
Jumlah komponen darah akan berubah misalnya saja sel darah putih lebih banyak, sedangkan sel darah merah sedikit akibat mengalami masa nifas. Namun satu minggu setelah persalinan, komponen darah akan berubah menjadi normal.
Berat Badan Menurun
Setelah menjalani persalinan, wanita akan mengalami penurunan berat badan sampai dengan 6 kg. 6 kg tersebut berasal dari bayi, air ketuban dan juga darah. Sedangkan penurunan berat badan sampai 3 kg dikeluarkan melalui air kemih atau air seni.
Menjaga Kebersihan
Saat masa nifas, ibu disarankan untuk selalu menjaga kebersihan dirinya. Jangan sampai ibu malas untuk menjaga kebersihan sebab nifas bisa memunculkan banyak infeksi dan kuman ke dalam tubuhnya.
Latihan Gerak
Sehabis melahirkan dengan normal, wanita diharapkan untuk segera bergerak dari tempat tidur. Kecuali wanita yang melahirkan secara caesar.
KB
Yang harus dipikirkan sehabis melahirkan adalah menjalani program KB. Program KB merupakan program yang sangat penting sebab diharapkan ibu tidak lekas kembali hamil agar bisa merawat bayinya dengan sebaik-baiknya. cara mencegah kehamilan kb juga bisa menjadi pilihan. Jangan sampai bayi masih batita namun ibu sudah hamil kembali. 
RETATENSIO PLASENTA

1.   Defenisi Retensio plasenta
Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum lahir ½ jam sesudah anak lahir. (Sastrawinata, 2008:174)
Pengertian tersebut juga dikuatkan oleh Winkjosastro (2006:656) yang menyebutkan retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setangah jam setelah janin lahir.
 Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Bila retensio plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada kemungkinan terjadi plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta. (Manuaba (2006:176).
Plasenta inkarserata artinya plasenta telah lepas tetapi tertinggal dalam uterus karena terjadi kontraksi di bagian bawah uterus atau uteri sehingga plasenta tertahan di dalam uterus. (Manuaba (2006:176).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir, keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera.
Jenis-jenis retensio plasenta:       
a)      Plasenta Adhesive : Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis
b)      Plasenta Akreta : Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.
c)      Plasenta Inkreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
d)     Plasenta Prekreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan serosa dinding uterus hingga ke peritonium
e)      Plasenta Inkarserata : Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh konstriksi ostium uteri. (Sarwono, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002:178).
Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta manual.
Retensio plasenta (Placental Retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini (Early Postpartum Hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (Late Postpartum Hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan.
2.  Etiologi Retensio Plasenta
Penyebab Retentio Plasenta menurut Sastrawinata (2006:174) adalah:
Fungsional:
1)      His kurang kuat (penyebab terpenting)
2)      Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba); bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive.
Patologi – anatomi:
1)      Plasenta akreta
2)      Plasenta inkreta
3)      Plasenta perkreta
Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena:
a)         Plasenta belum lepas dari dinding uterus
b)         Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva), plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
Menurut Manuaba (2006:301) kejadian retensio plasenta berkaitan dengan:
a)   Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta
b)   Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan
Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan:
  1. Darah penderita terlalu banyak hilang
  2. Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi
  3. Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam

Plasenta manual dengan segera dilakukan :
  1. Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang
  2. Terjadi perdarahan postpartum berulang
  3. Pada pertolongan persalinan dengan narkosa
  4. Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam

3.        Anatomi
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis).
Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua.
Plasenta berfungsi: sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin.
4.         Jenis Dari Retensio Plasenta
Jenis dari retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2002)
Jenis retensio plasenta :
a) Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
b) Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miomentrium.
c) Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki miomentrium.
d)  Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e) Plasenta inkaserata adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.

5.        Patogenesis
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1)   Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2)     Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3) Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4) Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya. Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada semburan darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala IV. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan secara bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus, kontraksi yang kuat dari uterus, serta pembentukan constriction ring. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa dan adanya plasenta akreta. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
6.        Gejala Klinis
a. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
b.      Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
Tanda Dan Gejala Retensio Plasenta
A. Plasenta Akreta Parsial / Separasi
  1. Konsistensi uterus kenyal
  2. TFU setinggi pusat\
  3. Bentuk uterus discoid
  4. Perdarahan sedang – banyak
  5. Tali pusat terjulur sebagian
  6. Ostium uteri terbuka
  7. Separasi plasenta lepas sebagian
  8. Syok sering
B. Plasenta Inkarserata
  1. Konsistensi uterus keras
  2. TFU 2 jari bawah pusat
  3. Bentuk uterus globular
  4. Perdarahan sedang
  5. Tali pusat terjulur
  6. Ostium uteri terbuka
  7. Separasi plasenta sudah lepas
  8. Syok jarang
  9. Konsistensi uterus cukup
  10. TFU setinggi pusat
  11. Bentuk uterus discoid
  12. Perdarahan sedikit / tidak ada
  13. Tali pusat tidak terjulur
  14. Ostium uteri terbuka
  15. Separasi plasenta melekat seluruhnya
  16. Syok jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada tali pusat.(Prawirohardjo, S. 2002 : 178)
  17.  Plasenta Akreta

7.        Pemeriksaan Penunjang
a)      Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
b)     Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung Protrombin Time (PT) dan Activated Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.

8.        Diagnosa Banding
Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada miometrium tanpa garis pembelahan fisiologis melalui garis spons desidua.
9.        Penatalaksanaan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
  1. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
  2. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
  3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
  4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
  5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuretage sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
  6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
  7. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder. (Sulisetiya.blogspot.com/2010/03).

10.    Komplikasi
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya:
  1. Perdarahan
    Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.
  2. Infeksi
    Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan port d’entre dari tempat perlekatan plasenta.
  3. Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus sedangkan kontraksi pada ostium baik hingga yang terjadi.
  4. Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis
 Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastik-diskariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasive atau invasive, proses keganasan akan berjalan terus.
Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan prekanker, yang bisa berubah menjadi kanker.
Syok haemoragik (Manuaba, IGB. 1998 : 300)
11.    Terapi
Bila tidak terjadi perdarahan : perbaiki keadaan umum penderita bila perlu misal: infus atau transfusi, pemberian antibiotika, pemberian antipiretika, pemberian ATS. Kemudian dibantu dengan mengosongkan kandung kemih. Lanjutkan memeriksa apakah telah terjadi pemisahan plasenta dengan cara Klein, Kustner atau Strassman.
Bila terjadi perdarahan: lepaskan plasenta secara manual, jika plasenta dengan pengeluaran manual tidak lengkap dapat disusul dengan upaya kuretase.
Bila plasenta tidak dapat dilepaskan dari rahim, misal plasenta increta/percreta, lakukan hysterectomia.
Cara untuk melahirkan plasenta:
  1. Dicoba mengeluarkan plasenta dengan cara normal : Tangan kanan penolong meregangkan tali pusat sedang tangan yang lain mendorong ringan.
  2. Pengeluaran plasenta secara manual (dengan narkose)
    Melahirkan plasenta dengan cara memasukkan tangan penolong kedalam cavum uteri, melepaskan plasenta dari insertio dan mengeluarkanya.
  3. Bila ostium uteri sudah demikian sempitnya, sehingga dengan narkose yang dalam pun tangan tak dapat masuk, maka dapat dilakukan hysterectomia untuk melahirkan plasentanya.
MANUAL PLASENTA
Manual Plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio plasenta. Teknik operasi manual plasenta tidaklah sukar, tetapi harus diperkirakan bagaimana persiapkan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita.
Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan :
  1. Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive dan plasenta akreta serta Plasenta inkreta dan plasenta perkreta.
  2. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
  3. Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan:
–          Darah penderita terlalu banyak hilang.
–          Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi.
–          Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.
Manual Plasenta dengan segera dilakukan:
–          Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.
–          Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc
–          Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.
–          Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.
Manual Plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan di atas 400 cc dan terjadi retensio plasenta (setelah menunggu ½ jam). Seandainya masih terdapat kesempatan penderita retensio plasenta kdapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.
Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan memasang infuse dan memberikan cairan dan dalam persalinan diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan pertolongan darurat.
Prosedur Plasenta Manual
Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat.
Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri.
Langkah klinik
A. Persetujuan Tindakan Manual Plasenta
Persetujuan diberikan setelah pasien diberikan penjelasan yang lengkap dan objektif tentang diagnosis penyakit, upaya penyembuhan, tujuan dan pilihan tindakan yang akan dilakukan.
B. Persiapan Sebelum Tindakan
1. Pasien,
1)      Cairan dan selang infuse sudah terpasang. Perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan.
2)      Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi
3)      Siapkan kain alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah
4)      Medikamentosa
a)      Analgetika (Phetidin 1-2 mg/kg BB, Ketamin Hcl 0,5 mg/kg BBT, Tramadol 1-2 mg/kg BB)
b)      Analgesik suppositoria Tramadol hidroklorida 100 mg untuk perawatan nyeri akut berat setelah tindakan.
c)      Sedative (Diazepam 10 mg)
d)     Atropine Sulfas 0,25-0,55 mg/ml
e)      Uteretonika (Oksitosin,Ergometrin, Prostaglandin)
f)       Cairan NaCl 0,9% dan RL
g)      Infuse Set
h)      Larutan Antiseptik (Povidon Iodin 10%)
i)        Oksigen dengan regulator
2. Penolong
1)      Baju kamar tindakan, pelapis plastic, masker dan kaca mata : 3 set
2)      Sarung tangan DTT/steril : sebaiknya sarung tangan panjang
3)      Alas kaki (sepatu boot karet) : 3 pasang
3. Instrument
1)      Kocher: 2, Spuit 5 ml dan jarum suntik no 23G
2)      Mangkok tempat plasenta : 1
3)      Kateter karet dan urine bag : 1
4)      Benang kromk 2/0 : 1 rol
5)      Partus set
 C. Pencegahan Infeksi Sebelum Tindakan
Sebelum melakukan tindakan sebaiknya mencuci tangan terlebih dahulu dengan sabun dan air yang mengalir untuk mencegah infeksi. Mengeringkan tangan dengan handuk bersih lalu pasang sarung tangan DTT/steril.
D. Tindakan Manual Plasenta
Penetrasi Ke Kavum Uteri
  1. Intruksikan asisten untuk memberikan sedatif dan analgetik melalui karet infuse.
  2. Sebelum mengerjakan manual plasenta, penderita disiapkan pada posisi litotomi.
  3. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut
  4. Lakukan kateterisasi kandung kemih.
  • Pastikan kateter masuk kedalam kandung kemih dengan benar
  • Cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan.
  1. Jepit tali pusat dengan kocher kemudian tegakan tali pusat sejajar lantai.
  2. Secara obstetrik masukkan satu tangan (punggung tangan ke bawah) kedalam vagina dengan menelusuri tali pusat bagian bawah.
  3. Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, minta asisten untuk memegang kocher kemudian tangan lain penolong menahan fundus uteri.
  4. Sambil menahan fundus uteri, masukan tangan ke dalam kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.
  5. Buka tangan obstetric menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat ke pangkal jari telunjuk).
Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.
E. Melepas Plasenta dari Dinding Uterus
1. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah
  • Bila berada di belakang, tali pusat tetap di sebelah atas. Bila dibagian depan, pindahkan tangan ke bagian depan tal pusat dengan punggung tangan menghadap ke atas.
  • Bila plasenta di bagian belakang, lepaskan plasenta dari tempat implantasinya dengan jalan menyelipkan ujung jari di antara plasenta dan dinding uterus, dengan punggung tangan mengahadap ke dinding dalam uterus.
  • Bila plasenta di bagian depan, lakukan hal yang sama (dinding tangan pada dinding kavun uteri) tetapi tali pusat berada di bawah telapak tangan kanan.
2. Kemudian gerakan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke cranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.
Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan                                                                     
 i.      Catatan : Sambil melakukan tindakan, perhatikan keadaan ibu  lakukan penanganan yanng sesuai bila terjadi penyuliit.
Mengeluarkan
 ii.       Plasenta
a. Sementara satu tangan masih berada di kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus.                                             b. Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus  c. Instruksikan asisten yang memegang kocher untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam
  1.  Menarik plasenta ke luar (hindari percikan darah).
  2. diletakkan plasenta ke dalam tempat yang telah disediakan.
  3.  Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke dorsokranial setelah plasentalahir.Mengeluarkan plasenta
  4. Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit. Jika setelah plasenta dikeluarkan masih terjadi perdarahan karena atonia uteri maka dilakukan kompresi bimanual sambil mengambil tindakan lain untuk menghetikan perdarahan dan memperbaiki keadaan ibu bila perlu.
  5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.
  6. Dekontaminasi Pasca Tindakan Alat-alat yang digunakan untuk menolong di dekontaminasi, termasuk sarung tangan yang telah di gunakan penolong ke dalam larutan antiseptic
  7. Cuci Tangan Pascatindakan Mencuci kedua tangan setelah tindakan untuk mencegah infeksi.
  8. Perawatan Pascatindakan
  • Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan instruksi apabila masih diperlukan.
  • Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan di dalam kolom yang tersedia.
  • Buat instruksi pengobatan lanjutan dan hal-hal penting untuk dipantau.
  • Beritahukan pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi pasien masih memerlukan perawatan. Jelaskan pada petugas tentang perawatan apa yang masih diperlukan, lama perawatan dan apa yang perlu dilaporkan (Di Rumah Sakit)
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, G. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Prawirohardjo, S. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
  Anemia pada kehamilan
 
Pada saat sedang hamil, seorang calon ibu sering mengalami anemia. Ketika ia mengalami anemia, darah sang ibu tidak memiliki cukup sel darah merah yang sehat untuk membawa oksigen ke jaringan.

Selama kehamilan, tubuh memproduksi lebih banyak darah untuk menopang pertumbuhan bayi. Jika tidak mendapatkan cukup zat besi atau zat gizi lain tertentu, tubuh mungkin tidak mampu menghasilkan jumlah sel darah merah yang dibutuhkan untuk membuat tambahan darah.


Adalah normal bagi ibu hamil menderita anemia ringan dalam kehamilannya. Tapi beberapa orang mungkin mengalami anemia yang lebih serius akibat dari rendahnya kadar zat besi atau vitamin atau dari alasan lainnya.

Anemia dapat membuat sang ibu merasa lelah dan lemah. Jika anemia terjadi secara signifikan dan tidak diobati, ia dapat meningkatkan risiko komplikasi serius, seperti kelahiran prematur.

Berikut akan dipaparkan mengenai apa yang perlu kita ketahui tentang penyebab, gejala, dan pengobatan anemia selama kehamilan:

Jenis Anemia Selama Kehamilan


Beberapa jenis anemia dapat terjadi selama kehamilan, diantaranya adalah:
  • Anemia defisiensi zat besi
  • Anemia defisiensi folat
  • Anemia defisiensi Vitamin B12


Anemia defisiensi zat besi.

Anemia jenis ini terjadi ketika tubuh tidak memiliki cukup zat besi untuk menghasilkan hemoglobin dalam jumlah yang cukup. Hemoglobin merupakan salahsatu protein dalam sel darah merah, dan ia membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh.
Dalam anemia defisiensi zat besi, darah tidak dapat membawa oksigen yang cukup untuk seluruh jaringan tubuh.
Kekurangan zat besi adalah penyebab paling umum dari anemia pada kehamilan.

Anemia defisiensi folat.

Folat, biasa juga disebut asam folat, termasuk dalam kelompok vitamin B. Tubuh membutuhkan folat untuk menghasilkan sel-sel baru, termasuk sel darah merah yang sehat.
Selama kehamilan, wanita membutuhkan folat tambahan. Tapi kadang-kadang mereka tidak mendapatkan cukup dari makanannya. Ketika itu terjadi, tubuh tidak dapat membuat sel-sel darah merah yang normal yang cukup untuk mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh.
Kekurangan folat bisa langsung berkontribusi terhadap beberapa jenis cacat lahir.

Anemia defisiensi vitamin B12.

Tubuh membutuhkan vitamin B12 untuk membentuk sel darah merah yang sehat. Ketika seorang wanita hamil tidak mendapatkan cukup vitamin B12 dari makanan, tubuhnya tidak dapat memproduksi cukup sel darah merah yang sehat. Wanita yang tidak mengkonsumsi daging, unggas, produk susu, dan telur memiliki risiko lebih besar terkena kekurangan vitamin B12, yang dapat berkontribusi untuk cacat lahir.
Kehilangan darah selama dan setelah melahirkan juga dapat menyebabkan anemia.

Faktor Risiko Anemia pada Kehamilan


Semua wanita hamil beresiko untuk menderita anemia, karena mereka memerlukan lebih banyak asam folat dan zat besi dari biasanya. Tapi risiko akan lebih tinggi dalam situasi berikut:


  • Hamil dengan lebih dari satu anak (kembar)
  • Dua kehamilan berdekatan
  • Muntah banyak karena morning sickness
  • Kehamilan remaja
  • Tidak makan cukup makanan yang kaya zat besi
  • Mengalami masa berat sebelum hamil (fisik dan psikis)

Gejala Anemia Selama Kehamilan


Gejala yang paling umum dari anemia selama kehamilan adalah:
  • Kulit, bibir, dan kuku pucat
  • Merasa lelah atau lemah
  • Pusing
  • Sesak napas
  • Detak jantung yang cepat
  • Sulit berkonsentrasi
Pada tahap awal, anemia mungkin tidak memiliki gejala yang jelas. Dan banyak diantara gejala yang dirasakan sering terjadi di masa kehamilan. Jadi, pastikan ibu hamil untuk mendapatkan tes darah rutin ketika melakukan pemeriksaan kehamilan, agar anemia dapat terdeteksi sedini mungkin.


Risiko Anemia pada Kehamilan


Anemia kekurangan zat besi yang parah atau tidak diobati selama kehamilan dapat meningkatkan risiko:
  • Bayi prematur atau berat lahir rendah
  • Transfusi darah (jika kehilangan sejumlah besar darah selama persalinan)
  • Depresi pasca melahirkan
Defisiensi folat yang tidak diobati dapat meningkatkan risiko:
  • Bayi prematur atau berat lahir rendah
  • Bayi dengan cacat lahir yang serius pada tulang belakang atau otak (neural tube defects)
Yang tidak diobati kekurangan vitamin B12 juga dapat meningkatkan risiko melahirkan bayi dengan cacat tabung saraf (neural tube defects).

Pemeriksaan untuk Anemia


Selama pemeriksaan kehamilan yang pertama, sang ibu akan mendapatkan pemeriksaan darah yang dapat membantu dokter atau bidan memeriksa apakah ia mengalami anemia atau tidak. Pemeriksaan darah biasanya meliputi:
  • Pemeriksaan Hemoglobin. Pemeriksaan ini bertujuan mengukur jumlah hemoglobin - protein kaya zat besi dalam sel darah merah yang membawa oksigen dari paru ke jaringan tubuh.
  • Pemeriksaan Hematokrit. Pemeriksaan ini mengukur persentase sel darah merah dalam sampel darah.
Jika ibu hamil memiliki kadar hemoglobin atau hematokrit lebih rendah dari tingkat normal, ia mungkin mengalami anemia kekurangan zat besi. Dokter juga mungkin akan memeriksa tes darah lainnya untuk menentukan apakah ia mengalami anemia karena kekurangan zat besi atau penyebab lain.

Bahkan jika seorang ibu hamil tidak menderita anemia pada awal kehamilan, dokter atau bidan kemungkinan besar akan tetap merekomendasikan untuk melakukan pemeriksaan darah pada trimester kedua atau ketiga untuk mendeteksi anemia di tahap kehamilan selanjutnya.

Pengobatan Anemia


Jika seorang ibu hamil mengalami anemia selama kehamilannya, ia mungkin perlu untuk mulai mengonsumsi suplemen zat besi dan/atau suplemen asam folat di samping vitamin prenatal lainnya. Dokter atau bidan mungkin juga akan menyarankan untuk menambahkan lebih banyak makanan yang tinggi asam folat dan zat besi dalam makanannya.



Selain itu, sang ibu akan diminta untuk kembali melakukan pemeriksaan darah setelah jangka waktu tertentu sehingga dokter atau bidan dapat memeriksa bahwa hemoglobin dan kadar hematokrit membaik.

Untuk mengobati kekurangan vitamin B12, dokter atau bidan mungkin menyarankan agar mengonsumsi suplemen vitamin B12.

Dokter mungkin juga menyarankan untuk menyertakan makanan hewani lebih dalam makanan, seperti:
  • Daging
  • Telur
  • Produk susu

Pencegahan Anemia pada Kehamilan


Untuk mencegah anemia selama kehamilan, pastikan wanita hamil mendapatkan cukup zat besi. Makan makanan yang seimbang dan tambahkan lebih banyak makanan yang tinggi zat besi ke dalam makanan.



Targetkan setidaknya tiga porsi sehari makanan kaya zat besi, seperti:
  • Daging merah, unggas, dan ikan
  • Sayuran berdaun hijau gelap (seperti bayam, brokoli, dan kale)
  • Sereal yang diperkaya zat besi dan biji-bijian
  • Kacang-kacangan, lentil, dan tahu
  • Kacang-kacangan dan biji-bijian
  • Telur
Makanan yang tinggi vitamin C dapat membantu tubuh menyerap lebih banyak zat besi. Makanan tersebut termasuk:
  • Buah dan jus jeruk
  • Stroberi
  • Kiwi
  • Tomat
  • Paprika
Cobalah makan makanan tersebut pada saat yang bersamaan ketika makan makanan kaya zat besi. Misalnya, sang ibu bisa minum segelas jus jeruk dan mengonsumsi sereal yang diperkaya zat besi untuk sarapan.
Selain itu, pilihlah makanan yang tinggi asam folat untuk membantu mencegah defisiensi folat. Makanan kaya asam folat termasuk:
  • Sayuran berdaun hijau
  • Buah dan jus jeruk
  • Roti diperkaya dan sereal
  • Kacang kering
Ikuti petunjuk dokter atau bidan untuk mengonsumsi vitamin prenatal mana yang mengandung jumlah yang cukup asam besi dan folat.

Vegetarian dan vegan harus berkonsultasi dengan dokter mereka tentang apakah mereka harus mengambil suplemen vitamin B12 ketika mereka sedang hamil dan menyusui.